Home » Tapering Off dan Strategi dalam Menghadapinya

Tapering Off dan Strategi dalam Menghadapinya

by Hijjah Marhama

Tapering merupakan salah satu langkah pengetatan kebijakan moneter yang diambil oleh Bank Sentral Amerika Serikat, atau yang biasa kita kenal dengan the Federal Reserve (The Fed) dengan cara menaikkan suku bunga dan pengurangan stimulus atau mengurangi nilai pembelian aset, seperti obligasi (surat utang). Artinya, disini akan ada pengurangan porsi pembelian surat utang dari nilai yang sebelumnya dilakukan oleh Bank Sentralnya AS itu sendiri.

Apa yang The Fed lakukan lewat kebijakan Tapering ini ?

The Fed mengambil langkah Tapering setelah sebelumnya melakukan penurunan suku bunga untuk mengantisipasi perekonomian ke depan dan melakukan ‘pencetakan uang’ dengan membeli US treasury hingga mencapai US$ 120 miliar per bulannya. The Fed melakukan pembelian surat utang (obligasi) Pemerintah dengan bunga yakni 0.25% sesuai dengan keputusan The Fed per 17 Maret 2021. Kemudian uang yang didapatkan oleh The Fed diputar kembali dalam bentuk stimulus kepada masyarakat yang akhirnya membuat uang banyak beredar di masyarakat dan terjadi recovery ekonomi bagi negara AS yang diikuti dengan kenaikan inflasi bagi AS per Juli 2021 di level 5,4% atau berada di atas 2% (target The Fed sendiri).

Sumber : TradingEconomics

Tapering masih belum terjadi, kemungkinan terbesar diperkirakan akan terjadi paling cepat pada Kuartal 4 2021 atau mungkin Kuartal I 2022. Namun ketika semua tujuan sudah tercapai akhirnya The Fed pun akan kembali menaikan suku bunga dan melakukan pengurangan pembelian obligasi (Tapering Off). Namun hal tersebut tidak dilakukan secara total di satu waktu, Pengurangan pembelian surat utang ini dilakukan secara perlahan. Seiring dengan berjalannya pemulihan ekonomi pada AS itu sendiri. Hal inilah yang dimaksud dengan Tapering Tantrum.

Lalu Apa Pengaruhnya Tapering Bagi Indonesia ?

Kenaikan suku bunga dan melakukan pengurangan pembelian obligasi (Tapering), akan membuat imbal hasil atau yield dari obligasi pemerintah AS akan naik. Hal ini akan membuat Investor asing menarik dana dari negara negara emerging market seperti Indonesia, untuk kemudian Kembali ke AS karena dianggap lebih safety dan menarik dalam menghasilkan return. Saat masa penarikan dana dari Indonesia ini akan terjadi penukaran mata uang dari Rupiah menjadi US dollar. Dimana peningkatan permintaan yang signifikan akan US dollar ini akan membuat nilai tukar rupiah menjadi melemah.

Tentunya dengan Asing menarik dana dari Indonesia memicu gejolak kondisi pasar saham ikut tertekan karena berpotensi terjadi capital outflow. Pada dasarnya penggerak IHSG adalah perusahan atau emiten itu sendiri. Melonjaknya harga US dollar akan berdampak pada pelemahan ekonomi negara berkembang, terutama pada perusahaan yang berorientasi impor dan serta yang memiliki hutang dalam bentuk dollar.

Strategi apa yang dapat dilakukan untuk menjaga portofolio saat menghadapi Tapering terjadi?

  1. Berinvestasi pada saham yang tetap memiliki performance bagus saat Tapering terjadi

Dampak terbesar ketika Tapering Off ini terjadi bagi Indonesia adalah penurunan nilai tukar rupiah. Jadi untuk itu hindari emiten yang dalam operasional bisnisnya mengandalkan impor sebagai kegiatan utama karena akan membuat laba perusahaan tersebut menurun yang diakibatkan dari kenaikan cost pembelian bahan baku.

Dan kebalikannya, berivestasi pada emiten yang kegiatan usahanya mengandalkan ekspor karena dengan kenaikan nilai US dollar, membuat pendapatan dari hasil pernjualan emiten tersebut juga meningkat.

2. Perhatikan Rasio Leverage Perusahaan

Saat Tapering terjadi, hindari perusahaan yang memiliki tingkat Rasio Leverage yang tinggi. Serta perhatikan utang yang dimiliki perusahaan dalam bentuk mata uang apa. Jika perusahaan memiliki utang diluar negeri dalam bentuk US dollar, pada saat Tapering terjadi, tentu nila utang tersebut akan semakin besar dalam bentuk Rupiah. Tentu hal ini tidak hanya dapat mengikis laba namun membuat likuiditas perusahaan juga semakin menurun.

3. Memilih Sektor yang Berkinerja Solid

            Sektor Telekomunikasi dan Infrastuktur dapat menjadi salah satu pilihan sektor yang tetap berkinerja solid pasalnya, diluar tidak terdampaknya akan keputusan Tapering, sektor ini masih memiliki katalis positif dari efek Pandemi belum kunjung usai dimana menjadi salah satu usaha yang tetap tumbuh dan semakin berkembang karena masyarakat masih bergantung pada database, membutuhkan jaringan internet serta sarana layanan online lainnya yang dimana hal ini mendorong peningkatan penghasilan pada perusahan tersebut.

            Selain itu ada juga sektor Perbankan yang dirasa masih memiliki performance yang cukup solid. Di tengah situasi pandemi masih dalam kondisi stabil serta kondisi permodalan juga pada level yang memadai.Capital Adequacy Ratio (CAR) atau Rasio kecukupan modal yang kuat pada Bank di Indonesia yakni sebesar 24.76% jauh di atas thresholdnya, dan para Big Bank juga masih cukup solid secara performance, serta untuk BBCA sendiri akan ada stock split dimana hal ini menarik untuk diperhatikan bagi pada investor retail

4. Memiliki Long Term Investing View dalam Memilih Saham

Tentunya kebijakan ini tidak akan selamanya dilakukan terus menerus oleh The Fed, namun kita juga tidak tahu kapan pastinya kebijakan tersebut akan di ambil dan berakhir, untuk itu pilihlah saham saham yang berfundamental baik dan sedang dalam valuasi rendah serta memiliki prospek bisnis yang akan meningkat kedepannya , sehingga memiliki potensi kenaikan dimasa mendatang. Long term investing ini dilakukan guna sebagai langkah preventif dalam menghadapi fluktuasi pasar akibat Tapering.

5. Atau jika tidak mau pusing dan portfolio anda sudah bersih, Doing Nothing dan mendengarkan lagu Wakes Me Up, when September Ends dapat juga dijadikan strategi anda dalam berinvestasi.

***

Untuk Buka Rekening saham dan join Grup Diskusi silahkan menuju link berikut: bit.ly/JoinRepublikInvestor

Anda Mungkin Tertarik Dengan Arti

Share artikel ini jika menurut Anda bermanfaat :)

Related Posts

Leave a Comment