suku bunga the fed
Home » Suku Bunga The Fed di 2019

Suku Bunga The Fed di 2019

by Dony Aristio

Dolar AS loyo seiring dengan kuatnya persepsi bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS tak akan mengerek suku bunga acuan sama sekali pada tahun 2019.

Rupiah pun memanfaatkan momentum tersebut dengan menguat sebesar 1.01% dari 14.265/dolar AS menjadi 14.121/dolar AS Padahal, The Fed memproyeksikan akan ada kenaikan sebanyak 2 kali (50 bps) pada tahun ini.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 11 Desember 2018, probabilitas tidak adanya kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini adalah sebesar 71,8%, naik dari posisi 1 hari sebelumnya yang sebesar 70,3%.

Jika dibandingkan dengan posisi 1 bulan lalu yang sebesar 35,4%, maka kenaikannya menjadi jauh lebih tinggi.

Pada pekan ini, Gubernur The Fed Jerome Powell menegaskan pandangan bahwa bank sentral Negeri Paman Sam akan lebih berhati-hati dalam melakukan kenaikan suku bunga acuan.

“Dengan inflasi rendah dan terkendali, kami bisa lebih sabar dan memantau dengan saksama bagaimana narasi pada 2019,” tuturnya, mengutip Reuters.

gerome powell
jerome powell

Tidak hanya Powell, pernyataan Wakil Gubernur Richard Clarida pun kian memberi konfirmasi bahwa The Fed sudah melunak. Clarida memberi sinyal The Fed harus siap mengubah posisi (stance) kebijakan menjadi ke arah pro pertumbuhan ekonomi.

“Pertumbuhan ekonomi negara-negara lain mengalami moderasi. Perkembangan ini berdampak kepada perekonomian AS. Jika situasi ini bertahan, maka kebijakan moneter harus berubah untuk mengatasi hal tersebut,” kata Clarida, mengutip Reuters.

Dalam pengambilan keputusannya, The Fed memperhatikan dua indikator utama yakni inflasi dan pasar tenaga kerja.

Berbicara mengenai inflasi, The Fed menggunakan personal consumption expenditures (PCE) price index sebagai ukurannya. Target jangka panjang untuk inflasi adalah 2%.

Untuk periode November 2018, PCE price index tumbuh sebesar 1,8% YoY atau masih berada di bawah target The Fed. Dengan melihat data ini, tentu kenaikan suku bunga acuan akan sulit untuk dilakukan. Apalagi, Powell saat ini sudah mulai lebih bersabar untuk menaikan suku bunga Fed.

Yang menjadi masalah adalah data tenaga kerja yang begitu kuat. salah satu data yang dipantau oleh The Fed adalah Job Openings and Labor Turnover survey (JOLTS) yang dipublikasikan oleh Departemen Tenaga Kerja.

Pada bulan November, terdapat 6,89 juta lowongan kerja yang dibuka di AS atau sekitar 800.000 lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah masyarakat yang dikategorikan menganggur disana.

Dengan melihat hasil dari data ini, patut diperhitungkan bahwa ruang bagi The Fed untuk menaikan suku bunga masih cukup lebar. Pasalnya, dengan pasar tenaga kerja yang kuat, konsumsi akan terdongkrak naik yang pada akhirnya akan mendorong inflasi ke atas.

Kesimpulan:

Pelaku pasar keuangan di tanah air patut waspada. Penguatan rupiah yang sudah dinikmati sejak awal tahun bisa saja berakhir jika The Fed tetap melakukan normalisasi dikarenakan masih kuatnya data tenaga kerja seperti hasil survey yang diperoleh dari Job Openings and Labor Turnover survey (JOLTS).

Share artikel ini jika menurut Anda bermanfaat :)

Related Posts

Leave a Comment

2 comments

Oscar Tamba January 15, 2019 - 11:54 AM

Sebaiknya mas jerome powell menunda kenaikan suku bunga the fed, demi kebaikan bersama perekonomian dunia

Reply
republik investor January 16, 2019 - 5:38 AM

Kami pun sepakat seperti itu Pak Oscar hehe

Reply