Saat ini setiap negara di dunia sedang gencar menangani issue global warming. Mereka berlomba lomba untuk mengatasi perubahan iklim yg tergolong ekstrem ini. Masing masing negara mencari energi alternatif untuk menanggulangi perubahan iklim tsb.
Salah satu alternatif yg dilakukan adalah dgn cara mengganti BBM dgn energi listrik yang lebih ramah lingkungan
Perusahaan otomotif dunia saat ini gencar berinovasi dalam memproduksi mobil ramah lingkungan bertenaga listrik. Bahan baku untuk membuat baterai mobil listrik tsb adalah KOBALT
“Kobalt adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Co dan nomor atom 27. Elemen ini biasanya hanya ditemukan dalam bentuk campuran di alam. Elemen bebasnya, diproduksi dari peleburan reduktif, adalah logam berwarna abu-abu perak yang keras dan berkilau.”
-Wikipedia-
Dengan diciptakannya teknologi ramah lingkungan ini, maka kebutuhan akan kobalt semakin meningkat. Dari yg sebelumnya hanya digunakan untuk baterai HP dan elektronik lainnya kini sudah berkembang pemanfaatannya sebagai bahan baku baterai mobil listrik
Meskipun relatif umum, logam ini dianggap sebagai bahan baku KRITIS oleh Uni Eropa karena ada beberapa tempat di mana itu cukup berlimpah untuk ditambang dalam jumlah yang lebih besar. Satu-satunya tambang di dunia di mana itu adalah produk utama di Kongo.
Seiring meningkatnya permintaan kobalt, INCO sebagai salah satu prusahan tambang di Indonesia berusaha untuk memproduksi kobalt.
Dilansir dari AFP, kobalt adalah salah satu mineral yang dipakai untuk produk baterai berteknologi tinggi. Mineral ini tersemat dalam baterai ponsel keluaran iPhone hingga mobil listrik Tesla. Dalam dua tahun terakhir, harganya sudah mencapai 81.500 dolar per ton.
“Dengan predikat pemasok dua pertiga kobalt untuk pasar global, para penambang Kongo menjual biji kobalt berkualitas tinggi hanya sekitar 7.000 dollar per ton. Mereka seperti tak menyadari betapa harga kobalt tengah meroket.”
Akhyar Hanif