Para analis mempoyeksikan aksi jual emas akan segera tiba. Kabar dari AS yang berencana menghapus bea masuk bagi China dan menguatnya potensi damai dagang jadi katalis negatif bagi emas sebagai instrumen safe haven.
Sebelumnya, harga emas memang anjlok cukup tajam pada perdagagan Kamis (8/11/19) akibat adanya kabar dari China terkait kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat (AS). Dalam satu hari perdagangan itu, emas tercatat anjlok 1,5% ke US$ 1.467,82/troy ons dan menyentuh level terlemah sejak 1 Oktober lalu.
Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng, mengatakan baik AS maupun China setuju untuk mambatalkan rencana pengenaan berbagai bea masuk. Perundingan yang konstruktif dalam dua pekan terakhir membuat kedua negara sudah dekat dengan kesepakatan damai dagang fase I.
Akibat berita tersebut, pelaku pasar menjadi optimis kesepakatan dagang AS-China akan segera diteken. Dampaknya, selera terhadap risiko (risk appetite) meningkat, dan aset-aset aman (safe heaven) seperti emas menjadi ditinggalkan. Harga emas pun semakin menjauhi level psikologis US$ 1.500/troy ons.
Perkembangan terbaru, penghapusan bea masuk menimbulkan pertentangan di internal pemerintahan AS. Beberapa sumber mengungkapkan terjadi penolakan terhadap rencana tersebut. Kondisi ini menyebabkan pelaku pasar kembali gelisah.
Penasihat Perdagangan Gedung Putih Peter Navarro juga menegaskan bahwa belum ada kesepakatan soal penghapusan bea masuk. Dia menilai China melakukan klaim sepihak.
AS yang membantah kesepakatan penghapusan bea masuk tersebut seharusnya bisa membuat harga emas menguat. Hingga perdagangan akhir pekan harga emas dunia berada di level harga US$ 1.459,60 atau turun 3,43% dalam sepekan, berdasarkan data investing.com.
Bisa jadi hal tersebut merupakan tanda emas sudah kehabisan “bensin” untuk kembali menguat, sekaligus menjadi sinyal kemungkinan akan adanya penurunan emas lebih dalam.